Senin, 17 November 2008

KOPI Bukan COPY

By : Abdulrachman Saleh


Ceritera ini dari anakku yang paling bontot nomer lima sudah lulus sekolah SMA. Ia tinggal dirumah bersaman ponakannya yang kelas 4 SD, yakni dari anak saya nomor satu alias cucu saya yang ke satu. Kami Tinggalkan tiga hari tiga malam karena kami pergi ada keperluan. Saya dan istri saya ada job menggarap makanan untuk pesta atau kenduri di rumah adik dari istri saya alias adik ipar. Kami punya anak lima, yang suda menikah tiga tinggal pisah dengan orang tua masing punya rumah sendiri sendiri. Anak ke empat telah tiada, anak kelima bontot. Cucu dari anak ke satu empat anak ke dua dan anak ke tiga baru satu, jadi jumlah cucu semua ada tujuh.


Setiap cucu punya kebisaan punya kelakuan punya kenakalan yang berbeda beda, tergantung orang tua kakek atau nenek yang mengajar. Ada pepatah biasanya kakek nenek lebih sayang sama cucu dari pada anak sendiri, membedakannya jauh banget. Pepatah mengatakan Sayang anak dimata sedang sayang cucu dihati , permintaan anak sering ditunda permintaan cucu langsung diladeni, anak nakal dimarahi cucu nakal cuma dinasehati. Terutama lagi kalau cucu dan anak tinggal serumah dengan kakeknya.

Anak jarang dikangeni sedang cucu lama belum ketemu atau belum lama ketemu dikangngeni.

Fasilitas cucu beda dengan fasilitas anak sendiri. Kebetulan cucu saya masih kecil kecil dan jauh-jauh, pali paling yah kangen dah kalua lama tidak dateng ke rumah.

Dimulai dari ceritera ketika anak saya yang bontot perempuan kelas III SMA baru pulang dari sekolah didapatnya warung rapi tapi ada 5 {lima }bungkus kopi yang berbeda beda merek diatas meja. Pikir anak saya. “Siapa yang meminum kopi siang siang?, dimeja ruang tamu tidak ada gelas bekas nyeduh kopy, lalu siapa? Apakah tukang/pemulung ambil kopi nanti tinggal bayar, ini hanya untuk memeberi tahu bahwa di meja dagangan saya taruhin bungkus”. Pikirannya. Lalu berpikir lagi. “Apakah keamanan wilayah ambil kopi lalu isinya dituangkan ke kantong keplastik saja, sedang bungkusnya untuk bukti bahwa ia ambil lima bungkus kopi nanti kalau penghuni rumah sudah datang akan dibayar kopinya.

Tapi anakku berceritera di meja tidak ada gelas, meja rapi tidak ada tanda tanda orang masuk, karena rumah dan warung tidak pernah dikonci, pintu gerbang juga tidak di gembok rumah dan warung dibiarkan saja begitu, ketika cucu sekolah dan anak sekolah juga rumah tidak pernah di gembok atau dikunci.

Lalu anakku masuk ke ruang tamu yang ada TV , TV masih , dan DVD tetap masih ada lalu masuk ke kamar kerja ayahnya kamar kerja saya, juga LAP TOP juga masih ada, ketakutan mulai datang karena lima bungkus kopi yang mesterius kok kalau orang mau ambil ambil saja dengan bungkus-bungkusnya kan tidak ketahuan karena kopi banyak, diambil berapa bungkuspun tidak ketahuan. Seandainya Penjahat atau pencuri kenapa hanya ambil kopi padahal rumah kami selalu tidak dikunci, toh disitu ada uang warung, ada TV, ada DVD, ada Lap top, kenapa hanya kopi yang diambil dan bungkusnya ditinggal.

“Aneh” kata anakku

Pada saat itu juga dia telpon kekakaknya apakah dia mampir kerumah untuk ambil kopi lalu bungkusnya ditinggal.

“Enggak Enggak mampir” jawabnya dari telpon gemam.

Lalu anaku ceritera tentang bungkus kopi yang ditinggal di warung.

“Wah mesterius ada siluman atau, Pa de kali numpang ngopi” jawabnya , yang dimaksud pak De Kakak dari Istri saya yang telah tidak ada. Anaku semakin ketakutan dan semaput mendengan jawaban dari kakakknya melalui HP. Tersebut , dia mengetahui dan ingat pada pak de yang telah tiada, dan percaya orang telah tiada adalah sudah tiada dan tak mungkin menaku-nakuti dengan cara yang begitu rupanya hanya lima bungkus kopi saja. Rasa penasaran dan sedikit ada rasa takut. Maklaum dah sekarang banyak terpengaruh film film horor, film hantu dan film pocong dan sejenisnya. Walau dia tahu bagaimana cara pembuatan film itu, yang sekarang cara pembuatannya ditayang di TV. Tetap juga ada sedikit takut.


Sore itu juga dia ke rumah kakaknya untuk menginap. Di rumah kakaknya ponakan yang menemani sudah ada disitu rupanya pulang sekolah juga lansung ke rumah.

“Kamu pang yang tuang kopi?” tanyanya langsung

“Ngak kok.” Jawabnya.

“Jujur aja, ate ngak marah yang penting kopinya kemana dan kenapa bungkusnya ditinggal”. Tanya anaku tandas dan ada rasa penasaran dihati seperti jawaban ngak nya itu tidak langsung seketika tapi sedikit lama hingga membuat curiga.

“Sumpah demi Allah” jawab yang kedua untuk meyakinkan tantenya bahwa dia tidak berbuat begitu.


Dengan jawaban begitu anakku tidak menanyakan lagi Cuma berpikir kok berani bersumpah demi Allah berarti ia tidak melakukan. Atau dia bersumpah yang dia katakan itu sangsinya berat ia belum mengerti maklum masih kanak kanak. Yang dewasa saja yang mengerti kata sumpah demi Allah itu sangat berat sangsinya banyak yang melanggar.

Seperti Sumpah jabatan ketika akan dilantik menjadi anggota parlemen atau anggota yang duduk di perintahan banyak yang melanggar sanksi.

Rumah ditinggal dan biasa tidak dikunci dan, tidak digembok pagarnya. Biasa lah keadaan rumah saya begitu adanya, sukur daerah saya aman tingkat kriminalitas hampir tidak ada. Ada pepatah jika semua manusia hidup sama sama berkecukupan tingkat criminal hampir tidak ada, apalagi semua hidup mapan. Kehidupan ini juga saya pernah alami di Bojonegoro, rumah tak berpagar cukup pagar hidup {alias tanaman} pintu pintu tak ada kunci pintu kamar cukup hordeng.

Penasaran dan penasaran anakku terus membenahi rumah, setelah pulang dari menginap di rumah kakaknya, diantara oleh kakaknya yang perempuan dengan suaminya dan anak anaknya atau cucu saya 3{tiga orang}.

Dengan tidak sengaja di meja makan yang sedikit ada gelas minum bukan gelas habis ngopi ada piring makan dan sendok seperti halnya biasa fungsi sebuah meja makan. Tapi meja makan saya tidak ada kursinya tidak seperti layaknya meja makan yang lain dilengkapi kursi. Benah dan membenah ada satu kaleng permen yang cukup mencurigakan, disisi kaleng ada sedikit obat obatan yang sangat mencurigakan.

“Kok ada obat di sisi kaleng setahu aku bahwa obat itu semula ada di kaleng permen ini”. Menambah kecurigaan kaleng permen yang diletakan di meja makan dibuka dan alangkah kagetnya anakku yang bontot. Bahawa dia tahu isinnya dan telah diseduh kemarin rupanya pulang sekolah.

“Ini apa pang bukan kopi yang kamu seduh?” tanyanya yang keb etulan ada kedua orang tuanya”

“Ngaku aja buat apa dibuang buang begini bikin orang parno aja”

{maksudnya paranoid} terus dicecar pertanyaannya

“Benar bukan opang sumpah deh “ jawabnya terus untuk meyakinkan tantenya.

“Ate ngak marah ngaku aja ini perbuatan siapa lagi, tidak ada orang lain lagi disini” maksudnya mereka kemarin tinggal berdua.

Di intrograsinya cucuku yang baru leas empat SD dengan segala macam pertanyaan dari yang baik sampai yang kasar.

Akhirnya mengakui, beda anak anak dengan orang dewasa setiap intrograsi atau pertanyaan-pertanytaan dijawab dengan berbelat belit hingga memakan waktu ber jam-jam seperti kalau mengaku kebenaran itu gengsi terkecuali setelah terjebak ada bukti mau jawab apa lagi, itupun kadang jawaban yang lain dicari cari.


Orang tuanya marah dan entah apa caci maki terhadap cucuku, yang kreatif bikin orang parno.

“Lalu untuk apa kopi ini dan kenapa bungkusnya digeletakan di meja warung” tanya anakku lagi. Cucuku tidak bisa jawab diam mau jawab apa, malah yang menjawab cu saya yang ke dua kelas II SD.

“Cari hadiahnya ate karena di dalam ada hadiahnya” benar juga jawaban cucuku.

NB :

Jika saudara sekalian berminat dengan tulisan – tulisan yang lain bisa menghubungi saya di nomor 02198097204

Tidak ada komentar: