Selasa, 04 Mei 2010

cerpen Q-ADUL
JAKET LORENG

Peristiwa ini hal suatu biasa, aku senang berbaju ditambah dengan jaket, seperti yang paling aku sukai, adalah aku memakai jaket kulit, rumpi kulit,atau jaket dengan bahan katun atau rompi dengan bahan katun, aku tidak suka jaket atau rompi dengan bahan plastik, karena aku merasa panas, aku lebih suka pakai kaos oblong celana jin bersama jaket,
Entah hari apa yang tidak menduga dan aku tidak mengerti akibatnya, yang aku suka hanya berjaket kemana-mana apalagi waktu jarak yang kutuju dekat dan aku memakai jaket dari suatu angkatan yang kebetulan waktu itu diberi dari besan saya pensiunan.
Dengan senang dan merasa gagah aku memakainya apalagi aku suka rambut cukur habis alias botak satu senti kalau dibilang modelnya. Begitu juga kebetulan jarak dekat aku tidak memakai helem tapi memakai topi warna hijau lumut suatu angkatan.
Hari belum begitu malam jam menunjukan baru sholat isha, ketika itu aku jalan sendirian dengan motor. Tak bisa dihindarkan lagi atau tidak bisa banting setang motor untuk balik menghindari apa itu yang disebut razia motor, karena razia persis ditikungan itulah orang pengendara motor tidak bisa menghindar lagi dari stopan atau pengehentian untuk memeriksa para pengendara motor. Setiap pengendara dihentikan oleh razia gabungan. Yang sangat banyak anggotanya maklum namanya saja razia gabungan
Tinggal giliranku, yang akan diperiksa terutama keadaan kendaraan, surat-surat. Untung aku punya kendaraan sempurna sampai ke kaca spion lampu sen. Dan memang itu yang sering menjadi incaran ketidak lengkapan kendaran bermotor. Tiba giliranku ketika aku ditanya STNK aku selalu membawa, kalau mebawa motor aku pasti membawa STNK. Ketika yang seteruasnya ditanya SIM, aku tidak punya yang aku punya hanya SIM mobil saja. Itupun aku lolos dangan bersyarat. Ada yang tidak lolos, yang tidak di duga duga. Ketika menurut pemerikasaan memakan waktu sedang aku diburu waktu oleh obat yang baru kujemput dari apotik, akan ku bawa ke orang yang sedang membutuhkan untuk harus diobati. Mulanya biasa saja dari suatu pertanyaan kepertanyaan selanjutnya. Karena aku tidak punya SIM motor, maka motor harus ditahan sampai mempunyai SIM motor baru bisa diambil. Belum selesai persoalan SIM yang harus ditukar dengan penyitaan motor. Karena tidak punya SIM motor, maka motor harus ditahan.
Belum selesai persoalan Motor harus ditahan. Persoalan baru muncul yang tidak di duga-duga.

“Ma’af punya kartu anggota?” tanyanya dari angkatan yang lain suaranya mulai meninggi.
“Kartu angota apa pak?” tanyaku pelan karena yang menanya bukan satu angkatan tapi angkatan yang lain lagi.
“Itu kamu memakai jaket itu pasti punya kartu corp suatu angkatan?”
“Tidak punya pak”
“Buka jaketnya” yang satu memerintah.
Yang kebetulan aku waktu itu juga, bukan memaki kaos oblong biasa, aku memakai kaos loreng. Beruntunglah kaos loreng yang aku pakai tidak mewakili dari suatu angkatan.
“Jaket ini dari mana, beli atau diberi oleh siapa atau pinjam.?” tanyanya beruntun. bak meriyam dalam perang.
“Jaket dari besan dan ia security di RW kami”. kataku
“Siapa namanya” tanyanya suara mulai meninggi.
aku jawab dengan sebenar-benarnya. ”Pak Mardiono”
“Jangan bawa – bawa Saudara atau besan?” jawabnya.
“Benar Pak tidak bohong” jawabku sambil aku merenung.

Banyak orang rupanya memakai jaket loreng celana panjang loreng, tidak semuanya militer seperti contohnya aku, tidak semua laki laki pasti militer. Jaket loreng yang disalah gunakan oleh sipil untuk membawa bawa militer, ada juga yang untuk gagahan, sehingga hari ini giliranku yang kena razia bukan motor saja tapi ditambah Jaket yang aku pakai.
Sebenarnya aku sih memakai Jaket, dan aku masih ada 2 Kaket loreng dan jaket polos hijau lumut di rumah. Nah itu suatu kebetulan saja keluar dan kena di jalan yang lagi ada operasi. Dan aku semata mata memakai jaket itu bukan untuk Gagah gagahan.

“Saya sita jaket anda, karena Anda tidak berhak memakai Jaket ini?.”cetusnya.
“Dan anda bukan angkatan, penytaan bukan semata mata disita. Kami akan memberi surat tanda bukti penyitaannya.” Begitu ucapnya sambil menulis secarik kertas bukti iuntuk penyitaan dan mengambil Jaket Loreng.
“Bagiku disita, silahkan apalagi ada bukti penyitaan, dari pada sudah disita digamparin dinasihatin lagi, wah masih beruntung baru disita saja”. Pikirku.

“Kalau anda perlu atau siapa yang perlu ambil Jaket ini di Asrama.” begitu penjelasannya.
“ Sampai kapan jaket loreng itu tidak kuambil”. Pikirku.
“Ya, Pak nanti kalau saya perlu” jawabku, sedikit pun aku tidak memikirkan untuk mengambil Jaket Loreng, yang nota bene memang bukan untuk dipakai sembarangan. Lalu setelah selesai itu aku bertanya.

“Kalau motor pak apakah mau disita juga?.” tanyaku
“Iya Anda bikin SIM motor dulu, baru motor bisa diambil”. jawabnya dengan santai di sutu ruang khusus untuk mengintrograksi bagi mereka-mereka yang melalukan kesalahan.

“Bukan pak motor saya perlu untuk transportasi kesana kemari, antar jemput anak sekolah, untuk kerja dan lain lain”. Mohonku agar motor tidak disita karena saya tidak punya SIM motor.
“Tidak bisa anda harus bikin SIM motor dulu baru bisa ambil ini motor di tempat penyitaan.” Jawabnya kekeh.
“Pak Kan bikin SIM tidak cukup sehari dua hari lama pak, dan Motor saya juga harus diperlukan untuk transport kesana kemari, masah ditahan”. Pintaku memohon.
“Tidak bisa, motor anda tetap kami tahan.” jawabnya tambah kekeh alias tambah tegas.
Lalu aku teringat oleh sesuatu yang memang mau tidak mau harus disampaikan. Tapi rasa keberanian diri untuk mengutarakan itu sungguh saya tidak bisa. Banyak orang mengatakan segala sesuatu itu mudah bisa diselesaikan dengan UUD, bukannya Undang Undang Dasar. Tapi Ujung Ujungnya Duit. Kalimat ini sudah tidak menjadi rahasia umum lagi tapi sudah menjadi bahasa yang lekat di masyarakat.

“Bukan tidak bisa diselesaikan dengan cara yang lain, seperti biasa-biasanya?”.Tanyaku pelan-pelan, dengan sedikit keberanian yang dipaksakan, karena takut tersinggung.
Tapi apa yang kudapatkan jawaban yang diluar dugaan, seperti biasa terus diselesaikan. Bukan menjawab dan menanyakan apa-apa, malah dia tertawa terbahak-bahak.

“Anda sering melakukan begitu yah?”. Bantahnya dengan suara yang sedikit mininggi.
“Tidak pernah baru kali ini itupun saya mencoba memberanikan diri saya, hanya saya sering mendengar jika ada itu ini bisa diselesaikan dengan damai.”

“Tidak semua aparat bigitu, itu kan oknum” jawabnya menurunkan nada suaranya. Aku masih duduk menunggu kalimat kalimat selanjutnya. Sambil aku bertanya tanya dalam hati. “Bisa atau tidak nih?”. Menunggu jawaban dengan jantung pot-potan dan seandainya bisa.
“Aku harus menyiapkan uang berapa untuk menebus motor sedang uang dikantong hanya ada tinggal selembar lima puluhan ribu sisa belanja.”

“Katanya kamu Jaket loreng ini di dapat dari Besan MARDIONO, dia itu pensiunan dan sekarang tinggal dimana?”.
Tanyanya mengejutkan saya, sepertinya pertanyaan ini hanya suatu alih pembicaraan saja. Tapi aku jawab dengan sebenar benarnya.
“Selain Besan juga tinggal di wilayah kami Rt 001/RW 02 juga saya perbantukan sebagai ketua security di wilayah kami, bukan saja sebagai koordinator securyty tapi juga kami anggap sebagai sesepuh lingkungan kami.” Jawabnya ku, dengan sejujurnya sedikit hilang rasa yang semula formil, beralih pada pembicaraan yang sedikit ke non formil, seperti bukan angkatan dengan sipil.

“Lalu kamu siapa di lingkungan situ?” pertanyaan mulai seperti tidak ada batas, yang sesungguhnya dia sedang berdinas. Mulai pembicaraan akrab seperti karib lama.

“Saya sebagai ketua RT disitu.” Jawabku merendah.
Salah satu angkatan lalu memotong pembicaraan.
“Bisa bikin KK (Kartu Keluarga) dan KTP (Kartu tanda Penduduk) dong, saya tinggal di RT 001/RW 002, tapi kami belum pindah kesitu, karena masih tinggal di Rumah dinas, baru rencana mau pindah.” Selanya diantara pembicaraan kami.
“Bisa, datang saja” jawab saya. Pembicaran tambah akrab seperti tidak ada kasus yang tadi sebenarnya akan diselesaikan belum berujung akhir pembicaraan.
Tidak lama kemudian perbincangan sudah memakan waktu.

“Ini motor anda tidak disita, saya kembalikan. Untuk Jaket loreng saja yang disita dan ini kertas bukti sitaan.Anda boleh Pulang.” Kalimatnya begitu singkat.
Sedang aku tambah tidak mengerti ujung kata dan kalimat yang baru saja aku dengar. Tapi untuk menghargai jerih payah kerja dan usaha mengatasi masalah. Aku memberanikan diri lagi bertanya.
“Tidak ada embel apa-apa lagi pak?”.
“Tidak ada silahkan anda boleh pulang, tinggalkan Nomor Telpon Anda”.
Tambah aku tidak mengerti. “Apakah saya akan dilaporkan, karena usaha untuk mencari damai atau yang lainnya”. Pikirku.
Aku tidak berpikir panjang, kutulis nonor telpon HP ku.
“Saya akan datang ke rumah anda mau Bikin KK., dan KTP ”. Sambil mengambil kertas catatan nomor HP ku

Sampai saat sekarang bapak itu tidak datang-datang,ke rumah saya atau menelpon kemungkinan tidak jadi pindah atau tugas keluar daerah.
Dan yang saya bertanya dalam hati saya. “Mengapa saya tidak dikenai denda apa-apa?. Atau karena mereka juga kenal dengan MARDIONO mungkin mantan Komadannya. Seperti apa yang saya ceritrakan singkat di sela-sela obrolan tadi”.



Tanggerang 21-12-09



DI UJUNG DAN UJUNG besan

Seperti selalu ia ceriterakan sesunggungunya ia sudah tidak tahan untuk meneruskan atau melanjutkan dalam merajut rumah tangga. Dan selanjutnya atau untuk melanjutkan. Untuk menyambung keramik yang sudah berantakan bukan pecah dia bisa dilem tapi ini kehancuran pecahnya. “Kami selalu tidak ada kecocokan dan tidak pernah rasa sidikit bahagia, dan tiadak ada rasa kepedulian dan tidak ada rasa sayang seperti orang orang berumah tangga’”. Begitu ceriteranya. Banyak ceritera masukan, dari teman, saudara untuk mencoba, menyabari, menjalani dengan secara perlahan lahan.
“Kalau untuk dipaksakan terus rumah tangga ini, tidak akan semakin langgeng, tapi semakin ricuh di ujung rumah tangga. Sepertinya ia akan meletakan taruhan karena orang tua dari pihak sana mengatakan bahwa rumah tangga yang dilaksankan pada hari H, bulan h dan tahun h,yang tidak disepakati dan tidalam hitungan puput weton primbon. Rumah tangganya tidak akan langgeng begitu persoalanya”.
Sedang aku sebagai orang tua anakku perempuan. Sebelumnya sudah menyepakati tgl. dan hari yang telah ditentukan. Telah dirubah secara mendadak oleh orang tua dari pihak lelaki. Aku sebagai dari pihak perempuan tetap kekeh pada pendirian yang telah disepakati bersama pada awal pembicaraan. Karena tidak bisa membatalkan secara mendadak apa-apa yang sudah dipesan. Untuk melaksanakan tugas bersama menyatukan anak dia dan anakku. Dan bukan Berarti menyatukan anak dia dan anakku. Tapi tugas yang paling mulia adalah telah menyatukan dua keluarga besar dari pihak pria dan keluarga besar pihak wanita. Itu tujuan semata mata membangun dua persaudaraan yang telah disatukan dengan adanya ikatan anak dia dan anakku.
Ada di selah untuk pemaksaan untuk merubah hari di sela menjelang pernikahan. Ia berkata dalam telpon. “Jika dipaksakan dengan tgl. itu, rumah tangganya nanti tidak akan langgeng.” Begitu katanya tiga tahun yang lalu.
Bukannya aku tidak yakin dan itu hak setiap individu meyakini keyakinan masing-masing. Bukannya aku menantang keyakinan mereka. Dan Aku bukannya tidak percaya dengan hari dan bulan mana yang dianggap mengandung kemuliaan. Bulan hari semua baik, dan mana yang jelek semua hari dan bulan bagus masalah langgeng dan tidak langgeng rumah tangga adalah mereka yang melakukan mereka yang menjalani bukan karena hari dan bulan”.
Pertaruhan ini rupanya kalah dan rumah tangga mereka terus langgeng, tapi lama lama berjalan menedekati tiga tahun ku dengar mereke mulai di ujung keretakan.
Aku siang malam dan setiap sholat Wajib maupun sholat sholat sunahdan tahajud untuk berdoa agar rumah tangga itu jangan sampai retak putus di tengah jalan sesaui dengan ramalan pihak mereka, terakhir aku senang mereka pulih, telah lepas dari kerumitan rumah tangga.

Tak selang beberapa bulan ada berita sangat mengejutkan. Kalau berita tentang Korupsi dimana-mana itu hal biasa, mafia peradilan di pengadilan sudah mengejawantah itu tidak heran, badar narkoba dimasukan ke tempat tinja juga tidak menjadi kejutan, semua perkara terselesaikan cuma dengan amplop katanya urusan telah selesai, tidak menjadi kejutan. Yang menjadi kejutan ini katanya anaku telah menggelapkan uang atau memakai uang tanpa sepengetahuan suaminya sebanyak 30 juta lebih.

Berapa minggu yang lalu suaminya berceritera pada aku menanyakan.
“Ati telah memakai uang sekian dan mau naya dipakai bisnis apa?”
Kan lucu suami istri yang baru lepas kerumitan rumah tangga kok kecolongan uang dipakai tanpa sepengetahuan suami. “Bagaima control keuangannya.?” pikirku.
Tidak selang beberapa hari ayah dari mantuku menelpon dengan seperti memperjelas pertanyaan yang sudah ditanyakan anaknya.
Tinggal aku berpikir kesalahn mereke berdua dalam manjemen keungan lalu kehilangan sepertinya ingin aku yang mepertangung jawabkan. Atau aku sebagian memakai uang dari pemberian begitu barangkali.
Sekarang aku cuma mengusulkan coba di urut uang yang diterima dari siapa, sejumlah berapa dan laulu dipakai atua dipergunakan untuk apa? bisa di urut misal
Katanya biaya perkawina
Biaya melahirkan
Biaya Keka
Biaya perwatan anak
Biaya ulang tahun yang mewah di Mall-mall
Belanja-belanja yang harganya wah-wah
Memberikan orang tua
Membelikan orang Tua atau meminjamkan pada orang tua
Dibagi perkawinan sudah berjalan berapa tahun berapa bulan berapa minggu tinggal dibagi.
Yang menjadi pemikiran pra duga tak bersalah ini hanya suatu alasan atau mencari cari bagimana untuk memutuskan tali kebahagian mereka atau suatu cara untuk mendapatkan uang orang tua untuk usaha karena dua-duanya tidak mempunyai mata pencaharian yang didapa perbulannya. Itu dugaan sementar. Semoga itu tidak benar. Mereka benar benar kesusahan dalam keuangan yang katanya dipakai oleh istrinya tanpa sepengaetahuan suaminya.

Tidak ada komentar: