Senin, 09 November 2009

Islam Tidak Beda

Diantaranya yang sangat penting ialah mulai dikurangi upacara sembah sujud kepada Baginda sendiri!
“Orang-orang Arab” guru Ahabi itu telah leluasa masuk Keraton. Pada hal kekuasaan Belanda telah masuk menjepit Kerajaan.


Fitnah Belanda

Belanda sangat gelisah melihat pengaruh ajaran ini. Kalau Ajaran Islam murni telah mempengaruhi orang Jawa. Teranglah Belanda akan terusir dari tanah Jawa.
Sebab ajaran ini menghilangkan batas di antar raja dengan rakyat. Ajaran ini mendekatkan ulama-ulama dengan raja. Ini bahaya, bahaya bagi Belanda!
Maka sebelum terlambat, segeralah Belanda mendesak Sri Susuhunan, agar guru-guru Arab itu segera diserahkan kepada Kompeni. Tetapi Sri Sunan tidak mau menyerahkan karena memang baginda juga amat benci kepada kompeni. Apalagi wakil kompeni di Semarang sangat sombong, dan tidak hormat kepada Baginda.
Rakyat yang melihat ketegasan sikap rajanya itu, segera bersiap-siap menghadapi apa saja yang akan terjadi.
Melihat persiapan rakyyat itu, kaki tangan Belanda membuat fitnah, atau isue isue
Bahwa semua orang Belanda yang tinggal di Surakarta akan di bunuh.
Setelah tersebarnya berita ini, masuklah Kompeni dengan jumlah besar ke Semarang ke Surakarta. Lalu dikirim ultimatum ke Dalam Keraton, bahwa Surakarta akan digempur habis kalau “guru-guru Arab” itu tidak diserahkan kepada Belanda.
Penasehat-penasehat Sri Sunan menasehatkan supaya guru-guru itu diserahkan saja. Karena kekuatan di waktu tidak seimbang. Dan guru-guru itu sendiri pun segeralah menyerahkan diri. Dengan demikian peperangan tidak jadi dilangsungkan.

Setelah guru-guru itu di usir dari Indonesia, kembalilah ajaran yang lama, ajaran “damai” antara Islam dan Hindu, damai antara Budha dan ajaran Muhammad.
Atau ajaran tashawwuf yang mengajarkan bahwa “sebaik baiknya untung adalah teraniaya”. Dan Raja adalah “Paku” dari dunia ini. Baginda dianggap termasuk “Qutub” yang menentukan nasib dunia ini dan Tuhan adalah dalam diri kita sekalian ; “Kawulo Gusti”.

Maka padamlah sudah gerakan Wahabi itu. Dan sejak itu pula dijaga kleras jangan sampai ada pengaruh orang arab ke dalam negeri Surakarta. Apalagi kerajaan Turki Osmani sangat membenci kepada gerakan Wahabi itu. Maka kitab-kitab anti Wahabi dimasukan dan disbarkan di seluruh tanah Jawa.
Baru 10 tahun belakangan ini {1803} tiga orang Haji di Minangkabau “turun ke jawi” membawa ajaran ini terhalan di Pulau Jawa, meletus di pulau Sumatera, itulah perang Paderi.
Nama Sri Susuhunnan Paku Buwono IV, atau Sunan Bagus tercatat dalam sejarah Tanah Jawa sebagai seorang Susuhunan yang saleh.

KEBANGKITAN DUNIA BARU ISLAM DI INDONESIA [1]

Dengan propagandanya yang murah, Belanda hendak memelihara apa yang mereka namakan ‘Lapangan Agama yang sebenarnya’ dan ;Adat istiadat kebiasaan yang berlaku’.
Tak jemu gerakan-gerakan Islam yang berdasarkan faham salaf, bekerja keras untuk membersihkan Islam itu dari kotoran kotoran churafat, bid’ah dan tachayul, untuk kemudian mengembalikannya kepada ajaran Islam yang murni dan sebenarnya, kepada dua sumber pokoknya Al-Qur’an dan Sunnah Rasul, seperti yang dijalankan oleh Djamaludin Al-Afghani dan Sjech Muhammad ‘Abduh. Nyala api Islam terus menjadi-jadi membakari kotoran-kotoran yang sengaja dipelihara secara teliti oleh penjajah.

Penggerak Kebangkitan Islam Indonesia.
Biasanya istilah ‘kebangkitan Islam’ dipergunakan untuk semua gerakan yang bertujuan memperbaharui cara berfikir dan cara hidup ummat Islam. Pujangga besar ‘Ibn Taimijah {1263-1328} menamakan gerakan semacam itu dengan’Muhji atsaris Salaf’, yakn membangkitkan kembali ajaran-ajaran lama, yang dimaksudkan disini ialah para sahabat Rasul dan Tabi;in ; dditonjolkan ajaran Imam Ahmad Ibn Hambal, yang senantiasa gemar mempraktekan idjtihad dan sangat anti kemusyirikan serta bid’ah, pedoman satu-satunya yang dipakai ialah Qur’an dan Sunnah Rasul . Pendirian Taimiyah disokong penuh dan dillanjutkan muridnya Ibn Qajjim’al jauziah {1292-1350}, kemudian disebr luaskan oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab {1703-1787}
Lebih diperdalam oleh Sajjid Djamaluddin Al-Afghani {18381897} dan muridnya Sjech Rasiid Ridha {1856-1935}, yang menitik beratkan kepada reform ajaran-ajaran agama murni serta men gharmoniskanbnya dalam kehidupan kemasyrakatan dan politik; sedang di India, Ajid Ahmad Khan {1817-1897} berhasil dengan caranya sendiri, menggerakan cara berfgikir dan cara hidup baru sesuai dengan ajaran ajaran salaf.
Kaum kolonial Belanda merasakan gempuran hebat oleh kaum salaf ketika “Perang Paderi”, yang telah kena magnetisnya Gerakan Salaf, walapun akhirnya gerakan itu kandas dengan ditupasnya pasukan puskan kolonial, namaun idee besarnya terus berkecamuk menjalari daging rakyat, menjelma dalam kancah pendidikan dan Da’wah
Thawalib di sumatera Barat, Al-Irsjad di Sumatera dan Jawa, Persatuan Islam di Jawa dan Sumatera dan Muhammadiyah di seluruh penjru Indonesia.
Ahli-ahli Islam telah menetapkan, bahwa Gerakan Salaf bertujuan utama mengembalika agama Islam kepada dua sumbernya yang murni, yakni Al Qur’anul Kariem dan Sunnatur-Rasul, sekaligus meninggazlkan pertengkaran mazhab dan segala Bid’ah serta churafat yang disisipkan didalamnya.
Kaum orientalis biasa menamakan gerakan-gerakan yang demikian ini dengan ‘Revival Of Islam ‘ atau ‘New world of Islam’ atau gerakan modern dalam Islam.
Salah satu sifat utama gerakan salaf ialah berpegang teguh pada pemakaian idjtihad dan menolak secara konsekwen taqlid.
Gerakan salaf, juga yang berada di Indonesia tidak pernah menganggap bawa ’pintu Idjtihad’ telah tertutu; ketetapan hukum Islam terus dapat dijelmakan idjtiha-itjhadf yang baru, tidak selalu bertaklid buta kepada ulama ulam yang mendahuluinya.
Dengan demikian segarlah terus jalan pemikiran Islam, jadi segar pula seluruh gerakan jiwanya yang menggerakan masyarakat menurut dasar kokoh dan sesuai sepanjang masa.

Penutupan pintu idjtihad terjadi, ketika Bagdad diserbu Hulaghulkhan pada pertengahan abad ke tiga-belas , penyerbuan yang merusak perdaban dan kebudayaan Islam yang telah berabad-abad sebelumnya. Kesempatan dipergunakan baik oleh Hulaghu untuk memakai fatwa-fatwa ulama-ulama yang terang akan merugikan perkembangan Islam sendiri di kemudian hari; disamping itu ulama-ulam yang cukup indikasi ambisiu menutup pintu Idjtihad, demi ketenaran dirinya sendiri. Murid-murida dar empat mazhab besar, menganjurkan untuk hany terhenti dala m mencapai hukum-hukum y6ang diperlukan untuk hidup, dengan apa yang telah ada. Namun kerugian terbesar umat Islam, yang akan dirasakan ber abad-abad lamanya ialah matinya kehidupan berfikir dan keberanian mengambil suatu prakasa, lebih-lebih dalam bidang hukum.
Taqlid akhirnya merajalela, keodohan merata dan keyakinan umat Islam akan agamanya menjadi beku; dalam kekalutannya taqlid itulah penjajah asing merajai kebodohan, kebobrokan Islam Islam menjadi mundur. Kekakuan dalam sitim hukum, telah merusak kesegaran fikiran dan kemauan untuk lebih maju dalam segala bidang kehidupan .

Tidak aneh kalau kemudian ahli-ahli bangsa Barat mensinyalir keliru tentang Islam,
Karena hanya melihat praktek ummat Islam yang kena penyakit meninggalkan idjtihad itu, tidak lagi memperhatikan sumber Salaf ajaran Islam.
Insyaf akan akibat buruk, yang bisa ditimbulkan oleh penutupan pintu idjtihad tadi, maka tidak mengherankan apabila dalam abad kesimbaln belas gelombang dahsyat memcahkan tembok kesunyian dan kebekuan jiwa Islam;. Lahirlah gerakan-grakan dibeberapa tempat, yang berusaha keras mendobrak kemacetan cara berfikir umat Islam, akibat ajaran ajaran yang keliru para pemimpinnya. Laksana Banteng mengamuk, tampil kedepan menghancurkan semua tantangan, aliran salaf, lebih tepatnya Gerakan Salaf mengomandokan agar ditinggalkan segera pengekoran pada salah satu mazhab, agar semua mazhab dipersatukan kembali, dengan mengembalikannya pada relya yang asli, yakni Kitabbullah dan Sunnatur Rasul, agar semangat perjuangannya tidak padam, agar api dan jiwa Islam tetap berkobar pada tiap dada kaum muslimin, dengan begitu majulah peradaban dan kebudayaannya.
Idjtiha terus dibuka, kepada mereka yang terus melakukannya, mereka memenuhi syarat-syarat unrtuk menjadi mudjtahid, untuk dapat mengerjakan perintah perintah Allah dan Rasululla, sebagaiman mstinya tanpa penambaha atau pengurangan.
Menambah sesuatu adalah Bid’ah menambah dari apa yang telah diberika pedomannya dan pelaksanaan Rasulullah. Disini terdapat prinsip, bahwa untuk masalah masalah yang menyangkut hubungan antar manusia dengan manusia , yang berhubungan dengan keperluan duniawi, adalah selalu diperkenankan, artinya tidak dilarang samapai ada ketentuan agama yang melarangnya; sedang untuk masalah-masalah yang b erhubungan dengan Allah dengan persoalan ukhrawi, maka senantiasa dilarang berbuat sesuatu samapai ada ketentuan agama yang menyuruh berbuar; disinilah kaum salaf berpijak, disinilah akan mudah ditentukan mana yang bid”ah mana yang bukan.
Berserakan petunjuk-petunjuk agama yang memerintahkan umat manusia menghidupkan fungsi otaknya, antara lain berbunyi
“Jikalau engkau ber bantahan dalam suatu perkara, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan Rasulnya” {Surat An-Nisa 59}

Murid Imam Malik bernama Mu’min Ibn Isa pernah mendengara gurunya itu berkata ;”Aku ini hanyalah seorang manusia, dapat berbuat salah dan dapat juga berbuat benar. Lihatlah kepada pendapatku, apabila sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah Rasul, gunakanlah pendapat itu , akan tetapi jika tidak sesuai dengan Kitabullah dan Sunnah, maka tinggalkanlah pendapat itu.”; Imam Syafi’ie dalam hubungan itu pernah mengemukakan pendapatnya sebagai berikut ; “Meskipun aku telah menyatakan pikiranku, aka tetapi jikalau engkau dapati bahwa nabi berkata berlainan dengan kataku itu, maka yang benar adalah ucapan Nabi , dan jangnanlah engkau bertaqlid kepadaku. Apa bila sebauah hadist yang manyalahi perkataanku dan hadist itu sah , ikutilah hadist itu, ketahuilah, bahwa itulah mazhabku.”
Bagaimana pendapat Ahmad I bn Hambal dapat dibaca disini ;
“Jangalah kamu berttaqlid kepadaku, janganlah pula kepada malik, jangan kepada Syafie dan jangan kepada Tsauri, tetapi ambillah sesuatu dari sumber tempat mereka mengambil fikiran-fikiran itu.”

Terang sudah bahwa taqlidul a’ma atau mengekor dengan membabi buta itu dilarang keras dalam agamna, baik langsung dari Raulullah maupun dari Imam-Imam besar sendiri. Idytihad, hukumnya wajib bagi orang alim yang berwenang. Kemerdekaan berfikir dijamin dalam agama, dengan garis-garis pedoman yang cukup jelas. Justru itu untuk meringankan beban umat manusia sendiri, sesuai dengan firman Allah;

Surat Al Baqarah 286 {02;286}

                                            •           
286. Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir."

Penggerak utama GERAKAN kebangkitan Islam di Indonesia adalah Gerakan Salaf.

Gerakan Salaf di Indonesia
Gerakan salaf telah masuk di Indonesia sekitar tahun 1802 bersamaa dengan pulangn ya Haji Miskin dan teman-temannya dari menunaikan Ibadah Haji dan sementar bermukim, pulang ke minangkabau ; orang-orang itulah yang terkenal dengan julukan
“Harimau nan Salapan” {Delapan Harimau}
Tuanku di Kubu Sanang
Tuanku di Koto Ambalau
Tuanku di Ladang Lawas
Tuanku di Padang luar
Tuanku di Galung
Tuanku di Lubuk Aur
Tuanku Nan Renceh
Tanku Haji Miskin

Dibawa pimpinan Malim Basa didirikanlah Perguruan di Bonjol, yang kemudian menjadi pusat pendidikan Mazhab Hambali, tokoh ini lebih terkenal dengan julukan Tuanku Imam Bonjol. Lihat catatan diatas Perang Paderi. Perang Paderi berlangsung lebih lima belas tahun {1822-1837}.
Mereka mengadakan peroimbakan masyarakat secara radikal, dan dalam banyak hal menggunakan kekerasan, sehingga terjadi peperangan antar mereka dengan pemerintahan kolonial Belanda, yang menggunakan kesempatan itu- dengan dalih membantu adat penduduk asli – untuk melebarkan sayap penjajahannya. Sesudah Sumatera Barat itu diduduki Belanda, ajaran Salaf yang dibawa oleh kaum Paderi, diteruskan oleh ulama-ulama, yang ketika itu dinamakan Kaum Muda, terutama dipelopori oleh;
Syech Muhammad Abdulklah Ahmad {1878-1933},
Syech Haji Abdul Karim Amarullah {1879-1945},
Syech Muhammad Djamil Djambek {1860-1947}
Syech Muhammad Ibrahim Musa Parabek {1884-1963}
Syech Haji Muhammad Thaib Umar {1874-1920} dan lain-lainya, dalam benmtuk ceramah, pengajian, madrasah dan sekolah, terutama pesantren-pesantren yang dinamakan ‘Sumatera Thawalib’.
Disamping itu penyampaian dakwah dilakukan dengan pengiriman guru-guru ke seluruh sumatera dan menerbitkan majalah-majalah seperti ‘Al – Munir’ {1918}
Kegiatan pengajaran meluas sampai di Aceh, dipimpin oleh Al-Asfahani dan lain lain.
Di Pariaman Syech Burhanuddin, sebagi murid Al-Fansuri, mendirikan pendidikan Pesatren yang sangat berpengaruh.
Buku buku pelajarannya adalah Kitab ‘Bidajatul Mudjtahid’ sangat digemari karangan-karangan Ibn Taimiyah dan Ibn Qajjim mendapat pasaran laris seperti Seperti Kitab ‘Zadul Ma’ad juga seperti karangan syech Muhammad ‘Abduh, ‘Tafsir Azl-mannaf’ dan ‘Risalah Ytauhid’. Kaum muda di Sumatera Barat dengan trajam menyerang kaum kuno yang berpagang teguh pada ajaran – ajaran Islam yang telah banyak kena pengaruh Hinduisme dan Budhisme. Gerakan pembaharuan itu mengguncangkan persendian kekuatan kolonial Belanda.
Simpati pemuda, dilain bagian Nusantara demikian besarnya, sehingga laksana api yang membakar jerami kering, segera Gerakan Salaf membakari kemunduran kedmunduran Islam diseluruh bagian Nusantar, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku dan dimana saja sinar Islam padam apinya dinyalaka kembali oleh GERAKAN Salaf.

Thn 1912 Di Jogyakarta K.H.. Ahmad Dahlan Mendirikan Perserikatan
Muhammadiyah
Thn 1914 berdiri ‘Al Islam wal Irsjad ‘ di Jakarta
Thn 1923 berdiri persatuan Islam disingkat ‘PERSIS’ di Bandung

Tidak lama sesudah itu berdiri Persatuan Umat Islam di Majalengka.
Semua itu berdasarkan ajaran – ajaran Salaf atau Reform. Diantar sekian banyak pergerakan Salaf, maka Muhammadiyah merupakan perkumpulan yang paling banyak pengikutnya, mempunyai organisasi yang teratur dan gigih dalam memperjuangkan pendiriannya.
Sukarno, seorang pemimpin Pergerakan Indonesia pernah pernah memberikan gelar kepada Dahlan, sebagai manusia yang ‘Sepi ing pamrih, rame ing gawe’, orang yang sedikit bicara akan tetapi banyak bekerja; sifat yang demikian ini, akan menjadi sifat yang terus menerus dipakai oleh Muhaddiyah dalam gerak-gerkannya. Sesudah ia berhasil menyebar benih secara berfikir Salaf itu, maka ia merasa perlu membuat wadah untuk menampung ajaran yang makin berkembang itu, maka dibentuklah ‘Perserikatan Muhammadiyah di Jogyakarta 18 Nopember 1912.
Seorang penulis yang tajam penanya, C.A.O Van Nieuwenhuize, dalam bukunya yang berjudul ‘Aspects of Islam in Post Colonial Indonesia, menulis antara lain sebagai berikut ; “Sesuai dengan teladan yang telah dilakukan oleh golongan Muhammad ‘Abduh di Mesir, maka di Jogyakarta, Jawa, K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, menyalurkan penafsiran yang disesuaikan dengan akal atas ajaran-ajaran Islam yang murni; maka gerakan ini mulai melaksankan ajaran-ajaran Islam secara modern dengan mendirikan lembaga-lembaga perguruan, yang susunan pelajarannya banyak sesuai dengan seoklah-sekolah pemerintah, dan pada pokoknya ditujukan kepada pengajran yang langsung mengenai soal-soal keislama – sert mendirikan rumah-rumah sakit, organisasi kepanduan dan wanita. Dalam berbuat demikian itu Muhamaddiyah mendapat sambutan luas menurut kadarnya dari masyarakat Islam.”
Pendirian Muhammadiyah mengenai tauhid sudah jelas, seperti yang telah digariskan dengan jalur keemasan dan oleh ajaran Salaf.
Seperti halnya kaum Wahabi dan Hambali pada umumnya, maka ditolaknya pengantara dalam do’a yang lazim dipakai masyrakat Islam pada waktu itu, sebagai salah satu intervensi kebudayaan asing kedalam Islam, segala bentuk ‘Tawasul’ ditolak sekal;ipun dengan para Nabi atau wali-wali besar dan saha bat, sebab yang demikian itu dianggapnya syrik, mednyekutukan Tuhan. Yang berhak memiliki dan memberikan syafaat adalah Allah sendiri, Nabi tidak, wali wali besarpun tidak.
Perbuatan-perbuatan yang di-‘ada-ada’ oleh umat Islam yang menyimpang dari garis relnya agam yang benar ditolak mentah-mentah oleh Muhammadiyah. Karena itu dibrantaslah selamatan, permohonan kepada mayat yang telah dikubur, menembok kubur dan mengukirnya, mengadakan perayaan maulid Nabi Muhammad s.a.w. yang diperingati, akan tetapi kultus perseorang yang dihidup-hidupkan – menambah azan – panggilan shalat –lebih dari satu kali dalam sholat Jum’at, memperkenankan wanita mengikuti segala kegiatan kemasyrakatan, memperkenankan nyanyian dan tarian , ucapan kalimat sahadat tidak hanya cukup diucapkan, akan tetapi perlu pengamalan nyata, dan masih banyak lagi perbuatan-perbuatan Salaf yang harus dilaksanakan dalam praktek sebagai pendahuluan, segera terbentuk masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Cita-cita yang dijadika pedoman oleh Muhammadiyah ialah;

Tidak ada komentar: