Senin, 09 November 2009

Islam Tidak Beda

WAHABIYAH

Wahabiyah {Wahhabiyyat}, adalah gerakan sosial-politik berdasarkan keislaman menurut alam pikiran pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab {1703 - 1787/1115-1201 H} nama “Wahabiyah” diberikan oleh lawan-lawan gerakan ini pada masa hidup pendirinya da n kemudia dipakai oleh orang-orang Eropah. Pendirinya sendiri menamakannya :Muwahhidun atau Muwahhidin” {kaum unitarian} dan sitem atau tarekat mereka adalah “Muhammadan” {kata ini dapata menunjuk kepada Muhammad bin Ab dul Wahab sendiri, tetapi juga mengisaratkan kepada Nabi Muhammad}. Mereka mengaku golongan Sunni, pen gikut mazhab Ahmad bin Hambal veris Ibnu Taimiyah yang dalam tulisan banyak menyerang pemujaan berlebihan kepada syekh-syekh tarekat.
Ajaran Muhammad bin Abdul Wahab merupakan ajaran pemurnian yang ingin mengembalikan Islam sebagaimana diajarkan oleh Nabi Muhammad setelah Islam mengalami penyimpangan-penyimpangan yang membahayakan , terrutama keimanan terhadap tauhid atau keesaan Tuhan , seperti pengkultusan wali-wali dan syekh tarekhat, penyembahan pohon pohon keramat, dan sajian-sajian di makam makam wali-wali dan syekh-syekh tersebut. Hanya saja, karena orentasinya adalah kembali ke masa Nabi yang masih serba sederhana, kesederhanaan itu harus dilestarikan pula. Keyakinan itulah agaknya yang mendorong gerakan ini untuk menghancurkan makam-makam, seperti makam zaid bin Khattab di Jubaiklah, dan juga buku-buku teologi.

Sekembalionya dari penembaraan mencari Ilmu dan pengalaman yang hampir mengha biskan masa mudanya, I bnu Abdul Wahab bermaksud memulai gerakan pemurniannya di kampung kelahirannya., Uyainah. Hasilnya ada, tetapi tantangannya lebih besar , termasuk saudara kandungnya, Sulaiman, dan sepupunya , Abdullah Bin Husein yang mengakibatkan pertumpaha darah anatra suku-suku di Yamanah, sehingga Ibnu Abdul Wahab bersama keluarganya terpaksa meninggalkan Uyainah. Untungnya di Darriyah ia diterima dengan baik, bahkan ketua sukunya, Muhammad bin Sa’ud mendukung idenya dan menyanggupi untuk menyebar-luaskannya. Dalam kesepakatan selanjutnya, kekuasaan politik akan berada di tangan Ibnu Sa’ud dan masalah keagamaan di tangan Ibnu Abdul Wahab.

Setahun kemudian, setelah Dariyyah berhasil di “wahabi” kan dan masjid berlantai tanah berhasi didirikan, gerakan ini terlibat perang dengan syekh Riyad, Dahhan bin Dawwas 1747 {1160} dan berlangsung 28 tyahun , kemenangan sudah mulai diperoleh, tetapi Ibu Sa’ud wafat 1764 {1178}, digantikan oleh putran ya, Abdul Aziz, yang berhasil mengusir Dahham dari Riyad 1773 {1187 H} dan mernjadi yang dipertuan untuk seluruh Najd. Tahun 1790, Wahabi sudah sampai ke Munfatik dan perbatasan Irak, dan 1801 berhasil mendduki Karbela. Meskipun pada 1803 imiam Wahabi, Abdul Aziz I mati terbunuh oleh Syi’ah yang menyamar. Hijaz secara bertahap berhasil ditaklaukan oleh Sa’ud bin Abdul Aziz; Mdinah {1804}, Mekah {1806} dan Jeddah beberapa tahun berikutnya. Pada 1811, imperium Wahabi telah membentang dari Aleppo di utara samapai ke Lautan Hidia, dari Teluk Persia di front Irak sampai ke Laut Merah di barat.
Kerajaan Turki Usmani yang menyadari bahaya yang mengancam, menugaskan kepada Muhammad Ali, penguasa Mesir yang merupakan Khadim al-haramain {pelayan dua kota suci umat Islam Mekah dan Madinah} Untuk menangani masalah Wahabi ini segera Muhammad Ali mengirim pasukan ke Hijaz dipimpin putranya, Tusun yang dengan susah payah berhasil merebut kembaki Madinnah 1812 dan Mekah pada tahun berikutnya. Muhammada Ali yang memimpin sendiri 1813, mendapat pukulan hebat. Untungnya, 1814 Sa’ud meninggal, sedang putranya, Abdullah tidak sekuat ayahnya. Tusun yang ditinggalkan Muhammad Ali, mengadakan perjanjian dengannya yang terpaksa mengakui kekuasaan Usmani. Apa hendak dikata, Muhammad Ali menolak perjanjian itu, dan mengirim ekspedisi baru di bawah pimpionan Ibra Pasya yang berhasil menduduki Dariyyah, pusat gerakan wahabi 1818, Abdullah bin Sa’ud menyerah, dikirim ke Constantinopel dan dihukum penggal. Dengan ini , babak pertama imperium Wahabi berakhir.
Sebelum Ibrahim Pasya kembali ke Mesir dan meninggalkan pasukan Turki di Hijazuntuk menjaga keamanan, sepupu Sa’ud bernama Turki melakukan pemberontakan dan mengambil Riyad sebagai pusat gerakannya. Meskipun kemudian Turki terbunuh 1834 , putranya Faisal , dengan dibantu oleh kepala suku Syammar, Abdullah bin Rasyid, dapat menyelamatkan gerakannya. Sebagai hadiah , Abdullah bin Rasyid dijadikan gubernur di Hail sampai wafatnya 1847. Keturunan Abdullah ini kemudian mendirikan dinasti di Hail, bahkan dalam perkembangannya , ketika terjadi ketegangan antara Abdullah bin Faisal dan Muhammad bin Rasyid, pertempuran dimenangkan oleh ibnu Rasyid. Setelah dicapai perdamaian antara keduanya, anak Saud berontak 1884 dan ini memberi kesempatan kepada Ibnu Rasyid untuk menduduki Riyad dan ini berlangsung sampai akhir hayatnya 1897. Abdulrachman , putra Faisal yang lain mendapat suaka di Kuwait, dan pada 1901, putranya Abdul Aziz, berhasil memasuki Riyad untuk menegakkan kembali dinasti Wahabi setelah 11 tahun hidup dalam pengasingan. Tahun 1904, ia berhasil sebagai yang dipertuan bagi semua yang pernah dikuasai oleh kakenya di Naid, dan pada 1921, Ibnu Sa’ud merebut Hail dan mengakhiri dinasti Rasyid. Kemudian, seluruh Hijaz dapat dikuasai ; Mekah {1924}, Medinah dan Jeddah {1925}. Dinasti Sa’ud inilah yang berkuasa sampai sekarang dengan dengan kerajaannya yang bernama al-Mamlakat al-‘Arabiyyat as-Sa’udityya {Kerajaan Arab Saudi}.
Di luar jazirah Arab, aliran Wahabi ini kelihatannya terdapat di India yang digerakan oleh Sayyid Ahmad Syhid {1786-1831} dan sekelompok kecil terdapat di Afganistan.
Pengaruhnya di Indonesia tampak pada gerakan Kaum paderi

Paderi, Perang adalah perang perlawanan rakyat Minangkabau menentang penjajahan Belanda. Berawal dari kembalinya tiga orang haji, yakni Haji Miskin, Haji Sumanik dan Haji Piabang dari Mekkah ke tanah kelahirannya, Minangkabau, pada 1803 Mereka bertiga mengajak masyarakat mengamalkan ajaran Islam dengan taat , sembari melarang berbagai kebiasaan yang bertentangan dengan agama, seperti menyambung ayam, berjudi, ,minum tuak dan pakaian wanita yang tidak menutupi aurat.
Kebiasaan kawin ceraib dari pemuka pemuka adat juga mendapat tantangan dari haji haji ini.
Upaya menegakkan ajaran Islam di Minangkabau yang dilakukan oleh tiga haji tersebut mendapat sokongan dari ulama ulama lainnya, seperti Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Nantuo. Terjadilah pergolakan antar pemuka-pemuka adat yang merasa kedudukan mereka terdesak oleh kegiatan para ulama dengan para haji dan ulama yang menganggap bahwa beberap kebiasaan masyarkat yang sudah diadat kan tidak berbeda dengan adat Jahiliyah.
Gerakan yang dilancarkan para haji dan ulama ini diberi nama dengan Gerakan Paderi. Di setiap nagari yang mereka taklukan diangkat seorang kadi dan seorang imam. Masing- masing bertugas untuk menjaga pelaksana hukum syara dan menjadi imam sholat stiap hari dan di bulan puasa. Berbagai peraturan pun dikeluarkan. Siapa yang berjudi, menyambung ayam, mengadu burung balam dan puyuh serta ninum tuak akan dibunuh.
Hal yang sama juga dikenakan kepada orang perempuan yang memakan sirih serta perempuan yang memperlihatkan rambutnya. Sebab rambut, menurut mereka merupakan aurat perempuan yang wajib ditutup. Diriwayatkan b ahwa Tuanku Nan Renceh pernah menghukum “amai” {saudarakandung ibunya} sendiri, karena tidak menutup aurat.
Para pemuka adat dan kaum bangsawanpun terdesak. Oleh sebab itu jalan satu –satunya hanyalah meminta bantuan Belanda untuk menghadapi gerakan Paderi. Disebabkan hal ini terjadilah perang terbuka antar Paderi dengan Belanda. Pada 1921 Paderi menggempur benteng Belanda di Simawang. Nam,un karena persenjataan Belanda lebih modern, setelah penyerangan ke Simawang tersebut, Paderi mendapat pukulan demi pukulan dari Belanda. Tindaka Belanda yang hendak mencekamkan kukunya di Minangkabau bukan hanya memerangi gerakan Paderi saja, tetapi juga termasuk kaum bangsawan dan pemuka adt yang tidak menerima kebijakan Belanda. Inilah yang membuat tumbuhnya kesadaran putra-putra Minang bahwa mereka sebenarnya sedang berhadapan dengan musuh-musuh yang hendak menghancurkan Minangkabau. Perselisihan antara kaum adat dan agama menjadi hilang. Apalagi ketika Belanda menaklukan Koto Lawas dan Pandai Sikat. Beberapa Pemimpin Minangkabau dihukum gantung di Pandai Sikat. Jumlah mereka yang digantung itu ada 13 orang. Dari jumlah 13 orang itu hanya dua orang saja dari gerakan Paderi sementara 11 orang adalah pemimpin kaum adat yang tidak disenang Belanda.
Disamping Tuanku Nan Renceh dan Tuanku Nan Tuo, gerakan paderi memang terdapat di Bonjol. Bonjol telah disusun sebagai negeri yang melaksanakan syariat Islam, lengkap dengan Bairung dan mesjid.
Dibawa pimpinan Tuanku Imam Bonjol perlawan Paderi mendapat ruh jihad yang berlipat ganda. Dua kali Bonjol dikepung oleh belanda dengan kekuatan besar. Pengepungan pertama mendapat perlawanan yang gigih dari Tuanku Imam Bonjol serta masyrakat Bonjol, sehingga Belanda kocar- kacir dan mundur. Namun dalam pengepungan kedua, setelah belanda melipat gandakan kekuatan dengan tentara-tentara , yang didatangkan dari Jawa, pertahanan Paderi di Matur, Lawang dan Andaleh jatuh ke tangan Belanda. Dari Andaleh kemudian Belanda menaklukan Palembayan. Dengan Jatuyhnya Palembayan maka jalan menuju bonjol bertambah mudah.
Belanda meningkatkan pengepungan atas Bonjol. Rakyat bonjol di bawah pimpinan Tuanku Imam mengadakan perlawanan dengan gagah berani. Namun betapapun gagah beraninya serta tingginya semangat perang rakyat Bonjol, namun dengan persenjataan modern Belanda,akhirnya Bonjol pun dapat ditaklukan
Pada 1834 Tuanku Imam Boinjol ditangkap dan kemudian dibuang ke Manado, tinggal di sebuah kampung bernama Lutak sampai menghembuskan napasnya yang terakhir.

Perang Paderi merupakan bukti kepahlawanan putra-putra Minangkabau dalam mengusir penjajah dari Bumi Nusantara. Belanda terpaksa mengorbankan empat orang panglima perangnya untu mematahkan perlawan Paderi tersebut.. Empat panglima yang berpangkat Jenderal itu masing-masing adalah De Kock, Vander Capellen, Cocchuis dan Michiels. Belanda memang membayar mahal untuk menundukan perlawanan putra-putra Minangkabau tersebut.



GERAKAN WAHABI MASUK KERATON MATARAM KURANG LEBIH 1790.

Yang rata rata dikenal dalam sejarah tanah air Indonesia faham Wahabi yang telah tumbuh sebagi Tajdidul Isalam, gerakan pembaharuan di pertengahan abad ke 18 di mulai di sebelah timur Jazirah Arabia, muncul menembus ke Tanah air kita ini ialah di sekitar permulaan abad k 19 {1803, dengan pulangnya tiga orang haji dari Mekah ; Haji Miskin, Haji Piabang dan Haji Sumanik.
Mereka bertigalah yang mebawa bibit faham Wahabi, yang kemudian bertumbuh menjadi Perang Paderi di Minangkabau.
Sesunggunya faham wahabi telah masuk terlebih dahulu ke tanah Jawa, ke dalam Kraton Surakarta Adiningrat, lebih dari 10 tahun sebelum haji-haji orang minang itu pulang ke kampung halamannya; di sekitar tahun 1790.
Tahun {27 Desem ber 1679} Trunojoyo di bunuh oleh Amangkurat II dengan kerisnya sendiri, kemudian tentara belanda dan tentara Amangkurat II menyerbu giri pusat kaum agama.
Pangeran Giri keturunan Sunan Giri yang gagah perkasa dapat ditawan lalu dihukum bunuh pula. Pamannya Pangeran Puger akhirnya mnenerah pula.
Tetapi meskipun musuh musuhnya telah dapat dihancurkan semuanya. Bertambah mengertilah Amangkurat II. Dan bertambah dendam Amangkurat II kepada Belanda.
Sikap beliau kian lama kian dingin terhadap belanda.

Surapati Dan Sunan Mas
Di bzaman beliaulah timbul pemberontakan ke – 2 se bagai lanjutan dari pemberontakan Trunojoyo. Yaitu timbulnya Pahlawan Suropati, yang meninggalkan daerah “betawi” dan melindungka diri diri sambil menyusun kekuatan di Kartasura; dilindungi oleh Amangkurat II karena dendamnya terhadap belanda.
Gerakan Surapati timbul kira-kira 1683 yaitu empat tahun saja sesudahnya tewasnya Trunojoyo. Amangkurat II tidak lagi memerangi melainkan membiarkannya.
1703 Amangkurat II wafat diganti putranya Amangkurat III yang memilhara dendam ayahnya Amangkurat II.
Amangkurat III membantu gerakan Surapati
Amangkurat III disebut Amangkurat Mas atau disebut juga Sunan Mas.
Belanda mulai memakai politik “Devide et em pera”, pecahkan dan kuasai.
Perselisihan Sunan Mas {Amangkurat III} dengan pamannya Pangeran Puger.
Belanda dengan halus membantu Pangeran puger {seolah olah membantu}
Beberapa bupati yang dekat dengan belanda menyokong pangeran Puger.
Pada tahun 1704 beliau {pangeran puger}dilantik oleh pengikut-pengikutnya jadi Susuhunan yang baru, diberi gelar Pakubuwono I.
Dan dengan batuan Kompeni {1704} Pakubuwono I dapat mengalahkan Sunan Mas {Amangkurat III} dan merebut istana Kartasura dan naik tahta sekligus menduduki takhta kemenakannya.
Kompeni {Belanda} menjanjikan Kalau Sunan Mas menhentikan perlawan dan masuk wilayah kompeni , Suna Mas akan diperlakukan dengan baik.
Sunan Mas melihat kekuasaanya tidak ada lagi dan istana telah direbut oleh pamannya diapun menyerah kepada Belanda.
Tatapi namanya Belanda janji tinggal janji akan memperlakukan dengan baik itu tidak ditepati oleh Belanda. Setelah jadi tahana politik bebrapa lamanya, pada tahun 1708 baginda diangsingkan kwe pulau Sailan.
Naiknya Pakubuwono I, karena banyaknya pertolongan kompeni menyebabkan beberapa daeha dituntut lagi oleh Kompeni.
Perang saudara, hancur menghancurkan, kompeni juga yang untung. Sehingga kebencian kepada Kompeni itu jadi merata. Bila seorang Raja mangkat , kompeni mesti ikut campur tangan dengan halus agar yang menggantikan hendaknya orang yang disukainya, walau pun orang-orang besar kurang senang. Banyak orang-orang besar di buang ke Afrika Selatan {Tanjung Pengharapan}, dan banyak yang dibuang kew pilau Sailan .
Namun rasa tidak senang tetap bagai api dalam sekam.

Gerakan Wahabi
Pada tahun 1788 Pakubuwono III mangkat. Sebagai penmggantinya naiklah putranya Pangeran Adipati Anom dengan Gelar Pakubuwono IV lebih dikenal dengan Sunan Bagus.
Pada zaman perintahan Sunan Bagus yaitu kira kira pada tahun 1790 datang beberapa ulama dari tanah arab menyebarkan ajaran baru, tetapi kembali kepada yang lama, membersihkan ‘aqidah dan ibadah dari pada khurafat dan bid’ah. Pelajaran tauihid yang telah bercampur dengan ajaran Tashawwuf yang telah amat menyimpang dari pokoknya hendaklah dikembalikan kepada kasliannya. Yaitu hubungan yang langsung antara makhluk kepada Allah.
Pembawa / yang membangkitkan ajaran ini ialah Muhammad bin Abdil Wahab. Ajarannya ini dikenal dengan Wahabi.
Ajaran ini melarang memuja muja kubur secara berlebih-lebihan yang ditimbulkan oleh guru-guru Tashawwuf adalah syirik Apalagi memohon memohon pula kepada apa yang ada di dalam kubur itu.
Memuja benda-benda seumpama keris dan pedang,atau pohon pohon beringin, atau barang barang yang lain yang bersifat benda adalah peninggalan zaman jahiliyah, wajib diberantas . Menjiarahi masjid-masjid yang tidak ada tuntunannya.
Masjid-masjid yang sunnat dijiarahi hanyalah tiga.
1 . Baitullah Alharam di Mekah
2. Masji Rasullah sawa di Madinah
3. Masjid Al Aqsha di Baitil Maqdis
Masjid-masjid yang lain tidaklah mencapai martabat demikian.
Wahabi mengajarkan bahwa kerajaan “Jawi” sebagai Darul Islam haruslah membersihkan Islam dari bekas-bekas ajaran Hindu. Dengan ajaran Hindu atau budha kita hanya pasrah pada Alam, sedang dengan ajaran Islam kita langsung berhubungan dngan Allah.
Kita boleh bekerja sama dengan kaum kafir asal mereka tidak merugikan Islam. Tetapi kita wajib berjihad mengusir kafir kalau mereka sengaja menggangu kemerdekaan agama kita. Dan belanda jelaslah kafir dan memusuhi Islam.
Dengan ajaran Tauhid yang sejati, jiwa kita jadi bebas. Sebab tidak ada tempat kita takut melainkan Allah. Kita tidak usah memakai azimat-=azimat ke medan perang agar kebal dari peluru. Tetapi pasanglah azimat, yang berarti kemauan keras, berupa iman dan taqwa dalam jiwa; yang dengan sebab demikian kita tidak takut mati, bahkan bersedia mati sebagai syahid.
Sejarah menyatakan bahwa guru-guru ini langsung datang dari tanah Arab. Oleh karena berlainan bahasa, mereka sampaikan ajaran ini dengan perantara ulama orang Jawa sendiri, dan tersebar ke mana-mana, Banten, Cirebon sampai ke Jawa timur, pulau Madura.
Ajaran ini tersebar dan semangat Islam bertambah apalagi dengan kebencian kepada Belanda, yang telah mempreteli kekuasan raja-raja di Tanah Jawa. Dari Banten dengan dikalhkannya Sulthan Ageng Tirtayasa; Cirebon surakarta dan Jopgyakarta juga kalahnya Surapati, dan dibuangnya Cakraningrat ke Tanjung Pengharapan, dan anak-anaknya ke Pulau Sailan. Semua dianggap kejahatan kafir Belanda.
Semuanya ini telah menanamkan kebencian yang merata. Semangat jihad Islam mesti diabangkitkan kembali. Kembali kepada ajaran Islam murni menurut wahabi ini harus dikembangkan.
Dengan tidak diduga dari semua guru-guru atau ulama-ulama Wahabi ini mendapat sambutan baik dalam Kraton Surakarta sendiri. Sri Susuhunan Pakubuwono IV, atau sunan bagus, tertarik kepada ajaran itu. Dan telah mulai kelihatan tanda-tandanya ke luar. Upacara-upacara adat yang masih mewarisi Majapahit yang tidak sesuai dengan Islam mulai di rombak.
Diantaranya yang sangat penting ialah mulai dikurangi upacara sembah sujud kepada Baginda sendiri!
“Orang-orang Arab” guru Ahabi itu telah leluasa masuk Keraton. Pada hal kekuasaan Belanda telah masuk menjepit Kerajaan.


Fitnah Belanda

Belanda sangat gelisah melihat pengaruh ajaran ini. Kalau Ajaran Islam murni telah mempengaruhi orang Jawa. Teranglah Belanda akan terusir dari tanah Jawa.
Sebab ajaran ini menghilangkan batas di antar raja dengan rakyat. Ajaran ini mendekatkan ulama-ulama dengan raja. Ini bahaya, bahaya bagi Belanda!
Maka sebelum terlambat, segeralah Belanda mendesak Sri Susuhunan, agar guru-guru Arab itu segera diserahkan kepada Kompeni. Tetapi Sri Sunan tidak mau menyerahkan karena memang baginda juga amat benci kepada kompeni. Apalagi wakil kompeni di Semarang sangat sombong, dan tidak hormat kepada Baginda.
Rakyat yang melihat ketegasan sikap rajanya itu, segera bersiap-siap menghadapi apa saja yang akan terjadi.
Melihat persiapan rakyyat itu, kaki tangan Belanda membuat fitnah, atau isue isue
Bahwa semua orang Belanda yang tinggal di Surakarta akan di bunuh.
Setelah tersebarnya berita ini, masuklah Kompeni dengan jumlah besar ke Semarang ke Surakarta. Lalu dikirim ultimatum ke Dalam Keraton, bahwa Surakarta akan digempur habis kalau “guru-guru Arab” itu tidak diserahkan kepada Belanda.
Penasehat-penasehat Sri Sunan menasehatkan supaya guru-guru itu diserahkan saja. Karena kekuatan di waktu tidak

Tidak ada komentar: